Hubungan Lahir Batin - Cerita Kanjeng
HUBUNGAN LAHIR-BATIN
Serial Glenak Glenik "Seger Waras"
"Bune, piye rasane? Yang sakit apane?"
"Jare dokter, tensiku dhuwur, Pakne. Hipertensi."
"Cuma itu? Nggak ada keluhan liyane?"
"Ada. Sering gringgingen. Jare dokter itu karena kolesterolnya tinggi."
"Hmmm..., njur karo dokter dikasih obat?"
"Iya. Tapi juga diberi nasihat."
"Nasihate piye?"
"Ngendikane Bu Dokter, aku kudu sregep menjaga telinga dari suara-suara yang tidak ada manfaatnya. Katanya, jantung bisa nratab, dheg-dhegan, detaknya kenceng berlebihan kalau kuping kita tidak diberi saringan. Itu memicu peningkatan tensi. Bisa berbahaya."
"Ooohhh..., kok bisa cocok ya? Bu Dokter bukan tetangga kita, tapi kok bisa tahu kalau Bune suka nguping omongan orang ya? Kok dia paham kalau Bune seneng kulakan bahan rasan-rasan? Kok dia bisa tahu kalau Bune itu gemar curiga dengan omongan bisik-bisik?"
"Hla itu hlo, Pakne. Kok bisa ya?"
"Apik kuwi. Itu bukti bahwa sedalam-dalamnya bangkai dikubur, akhirnya bau busuknya menguar juga. Barang elek kuwi senajan dialing-alingi gunung pitu ya panggah katon eleke."
"Tapi aku nggak ngomong apa-apa hlo, Pakne, waktu diperiksa. Kok dokternya bisa tahu nek kupingku kerep kelebon prasangka buruk yang bikin emosi ya?"
"Nah itu bukti nyata, Bune. Bener katanya sesepuh dulu: lair kuwi utusane batin."
"Maksudnya?"
"Raga ini adalah manifestasi jiwa. Fisik kita ini bertugas untuk mengekspresikan gejala psikis. Dadi pancen doktere kuwi pinter tenan. Nyawang raine pasien wis cukup kanggo diagnosis penyakite."
"Memangnya mukaku kelihatan seperti apa?"
"Ya jangan tanya aku, tanyakan ke dokternya."
"Tadi Bu Dokter juga bilang supaya aku sregep puasa, Pakne, biar keluhan kolesterolku tidak terulang lagi. Jare doktere, kolesterol jahat meningkat itu biasane dipicu kebiasaan cangkem yang emoh anteng, matanya khilaf saben lihat makanan."
"Hladalah, apik tenan iki. Mulane, Bune, stop pakulinan ngemil terus-terusan. Waktu luang itu sebaiknya diisi dengan hobi, tapi jangan hobi makan."
"Iya, Pakne. Tapi semuanya itu salahnya Pakne."
"Hlo???"
"Aku nggak akan punya kebiasaan nguping yang akhirnya keseringan suudzon kalau Pakne setiap hari punya waktu untuk ngobrol ceria. Pakne harus betah ngrungokke uneg-unege bojo. Isteri itu butuh didengarkan juga. Jangan tiap hari dipaksa menjadi pendengar saja."
"Hmmm..., dingaren omonganmu bener. Okelah kalau begitu."
"Pakne kan sudah sering menjadi penceramah yang baik di lingkungan keluarga. Sekarang saatnya Pakne sinau menjadi pendengar yang baik. Bukan untuk mendengarkan ceramahku atau pidatonya anak-anakmu. Cuma untuk menyimak tumpahan grundelanku yang mungkin nggak penting tapi sering. Juga sambate anak-anak yang mungkin nggak bermutu. Tapi kan itu bukan hal yang keliru. Sepakat nggak?"
"Iya, iya, iya.... Senajan asline aku wis bosen sekolah tapi insyaallah aku isih gelem sinau."
"Nah begitu. Kalau sudah begitu nanti jadinya wajah kita akan seger, batin kita akan waras."
"Aaaaamin...."