Alhamdulillah Sabar - Cerita Kanjeng
ALHAMDULILLAH SABAR
Serial konten "Syukur Tanpa Libur"
"Tadi malam katanya ada rame-rame itu ada apa, Kang?" Ihsan bertanya kepada Kang Bejo.
"Kok pertanyaanmu nganggo 'katanya'? Hla sing ngabari kamu itu siapa?"
"Istriku yang bilang. Dia bilang tadi malam jam 11-an ada keributan di depan rumahnya Mas Totok."
"Itu kan sudah jelas. Kok dadak takon meneh?"
"Oh jadi yang ribut itu yang punya rumah?"
"Iya."
"Terus masalahnya apa, Kang?"
"Nek ngene iki jenenge kowe ngajak rasan-rasan. Harusnya kowe takon dhewe nyang Totok, dudu nyang aku."
"Ya nggak berani, Kang. Nanti jadinya bisa salah paham."
"Ooo..., kowe wis paham nek takon nyang Totok malah riskan salah paham?"
"Pasti, Kang. Kan sekarang dia mungkin masih emosi."
"Tapi nek kowe takon nyang aku kuwi mengko kemungkinan malah dadi salah tafsir. Kowe paham?"
"Belum. Maksudnya gimana itu, Kang?"
"Biasane, wong dititipi omongan kuwi njur ditambah-tambahi. Beda lagi kalau yang dititipkan itu uang, seringnya bukan ditambah tapi justru dikorupsi."
"Ah, nggak usah ngomong korupsi lah, Kang. Ngomong perkara keributan tadi malam itu saja."
"Begini, tadi malam Totok nundhung bojone. Lastri disuruh pergi dari rumah."
"Diusir? Wah, jangan-jangan semalam Mas Totok mendem ya, Kang. Sudah tahu anak baru lahir belum genap sebulan kok ibunya diusir? Terus bayinya nanti ikut siapa? Siapa yang merawat?"
"Justru yang mendem itu Lastri. Sudah tahu anake isih bayi abang durung genep sewulan malah ditinggal karaokean neng cafe."
"Kok Kang Bejo tahu?"
"Kamu tadi awalnya takon apik-apik. Kok malah saiki ngeyel ngajak rame, San?"
"Bukan ngeyel, Kang. Tapi kita nggak tahu buktinya apa bener Lastri karaoke sambil minum-minum di cafe."
"Yang nggak tahu itu kamu. Kami orang sekampung tahu kecuali kamu."
"Kok bisa?"
"Hlo, iya kan. Ngeyel lagi kan? Semalam itu ributnya pertama kali justru di sana, di cafe kulon kampung itu. Totok yang baru pulang kerja melihat motor istrinya terparkir di sana. Begitu masuk, ternyata Lastri memang sedang di sana. Njur digeret mulih. Sampai di depan rumah, Lastri ditundhung minggat. Ditutupi lawang. Lastri nangis bengok-bengok. Bojomu krungu njur esuk mau kowe tangi turu mung dicritani potongan cerita yang terjadi di depan rumah itu. Paham?"
"Oh..., masyaallah."
"Jangan cuma masyaallah, San. Seharusnya kamu juga alhamdulillah."
"Kok?"
"Melihat kisruhnya Totok dengan Lastri itu harusnya kamu bersyukur telah berhasil menjadi suami yang sabar untuk istrimu yang bodhone mungkin lebih banyak daripada istrinya Totok."
"Hehehe..., ternyata Kang Bejo juga sudah tahu. Hehe..., isin aku."
"Totok ora sabaran. Akhire gegeran. Kalau sudah begini anaklah yang dirugikan."
"Alhamdulillah, saya masih bisa sabar sama istri."
"Tapi jangan ethok-ethok lali, San. Kamu juga harus alhamdulillah lagi."
"Hlo?! Untuk apa lagi, Kang?"
"Bersyukur karena bojomu ternyata juga sabar punya suami pemalas seperti kamu itu."
"Duh, alhamdulillah..."